Sunday, May 19, 2013

Belajar Ukulele/ Kentrung Cak



Ukulele, adalah alat music petik berjenis gitar kecil yang terdiri dari 4 senar saja. Ukulele ditemukan di kepulauan Hawaii pertama kali pada tahun 1879, konon pada waktu perjalanan imigran Portugis dari Madeira (Azores) melalui Afrika Selatan dan sampai ke Hawaii. Dan salah satu dari imigran tersebut membawa sebuah gitar kecil yang waktu itu disebut Braginho di Braga (Portugal) dan menjadi alat musik popular di Hawaii dengan sebutan Ukulele. Dan di Hawaii selalu disajikan pertunjukan dengan Ukulele yang diiringi dengan penari hula-hula wanita.

Kemudian Portugis masuk ke Indonesia melalui Ambon dan mampir di Makasar, sampailah Ukulele di Indonesia. Dan akhirnya menjadi alat musik utama dalam pertunjukan musik keroncong. Di Indonesia juga biasa disebut sebagai Kentrong (Kentrung) atau Kocrot.

Ukulele memang kecil ukurannya, tapi sejatinya dia adalah gitar juga, hanya versi kecil dan 4 senar yang ada merupakan 4 senar paling bawah yang ada di gitar, jadi cara memainkannya pun hamper sama cuma hanya kunci senar bawa saja.

Berikut tips-tips cara bermain ukulele untuk pemula :
1. Harus tau nada dasar C = Do, masih bingung? Yaudah kita kasih semua deh?
C = Do
D = Re
E = Mi
F = Fa
G = Sol
A = La
B = Si
C = Do
Begitu seterusnya, dan ukulele harus di stem sesuai nada dasar tersebut.
2. Sejatinya sih kalau sudah tau kunci nada dasar pasti bisa memainkan ukulele, kalo mau coba ada software untuk memainkannya kok klik aja disini : www.ukulele.nl/chordfinder.php
3. Harus hapal kunci atau kordnya. Dibawah ini ada gambarnya :

4. Cara memetik atau mengocok pick ukulele, tinggal disesuaikan sama lagunya aja, itu sih lebih kepada selera atau gaya bermain ukulele tersebut, jadi silahkan mencari gaya sendiri.
5. Terakhir tinggal cari lagu yang kamu suka dan mainkan.

Saturday, May 18, 2013

Friday, May 17, 2013

Contoh Sertifikat dari STIKES Yogyakarta


Ini adalah salah satu contoh sertifikat yang di keluarkan oleh STIKES Yogyakarta... .
Pelatihan singkat, cepat dan bermanfaat

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HERPES GENITALIS










BAB I
PENDAHULUAN

Ibu hamil harus mendapatkan cukup nutrisi dan selalu dalam keadaan yang sehat agar bisa menghasilkan keturunan yang baik. Namun jika ibu sampai terkena penyakit maka akan sangat berbahaya bagi perkembangan janin sehingga generasi yang dihasilkan menjadi tidak baik. Salah satunya ibu harus terhindar dari TORCH, yaitu infeksi yang terdiri dari toksoplasmosis, rubella, CMV, dan Herpes. Dan yang akan dibahas kali ini adalah mengenai Herpes, terutama herpes genital. Herpes genitalis adalah infeksi virus yang menyebabkan lesi (lepuh) pada serviks, vagina, dan genetalia eksterna. (Brunner & Suddarth, 2002: 1543)
Herpes genital termasuk penyakit menular seksual yang ditakuti oleh setiap orang. Torres melaporkan bahwa HSV-II telah menginfeksi lebih dari 40% penduduk dunia. Syahputra, dkk, di Amerika, Inggris, dan Australia ditemukan kurang lebih 50% wanita dengan HSV-II positif. Di Eropa, HSV-II berkisar antara 7-16%, Afrika 30-40%, oleh karena itu dikatakan bahwa saat ini herpes genitalis sudah merupakan endemik di banyak negara. Di Indonesia sampai saat ini belum ada angka yang pasti, dari 13 rumah sakit, disebutkan bahwa herpes genitalis merupakan penyakit menular seksual dengan gejala ulkus genital adalah kasus yang sering dijumpai. Kelompok resiko yang rentan terinfeksi tentunya adalah seseorang dengan perilaku yang tidak sehat.
Lesi genitalia pada herpes genitalis terasa sangat nyeri pada penderita dengan gangguan sistem imunologi. Serangan herpes genitalis sering menyebabkan stres pada penderita yang menyadari bila dia terkena infeksi herpes genitalis. Herpes genitalis pada kehamilan dapat menimbulkan kelainan atau kematian janin, terutama bila terjadi infeksi primer saat kehamilan. Kelainan yang timbul pada bayi dapat berupa ensefalitis, keratokonjungtivitis, atau hepatitis; dapat pula timbul lesi pada kulit. Bila transmisi terjadi pada trisemester I cenderung terjadi abortus, sedangkan bila terjadi pada trisemester II, terjadi prematuritas. Selain itu dapat terjadi transmisi pada saat intrapartum. Herpes genitalis berperan dalam penyebaran HIV, virus penyebab AIDS. Herpes genitalis menyebabkan seseorang menjadi rentan terhadap serngan infeksi HIV dan membuat individu yang terinfeksi dengan HIV menjadi sangat infeksius.
Untuk mengatasi peningkatan prevalensi penderita herpes genetalis diperlukan adanya pendidikan terhadap pasien tentang bahaya PMS dan komplikasinya, pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan, cara penularan PMS dan perlunya pengobatan untuk pasangan seks tetapnya, dan cara-cara menghindari infeksi PMS di masa dating. Selain itu untuk wanita hamil dengan infeksi herpes genitalis harus melaksanakan kultur virus tiap minggu dari serviks dan genitalia eksterna sebagai jalan lahir. Persalinan secara sectio caesaria direkomendasikan untuk mencegah infeksi bayi baru lahir.
Herpes genitalis merupakan salah satu penyakit menular seksual yang masih sering di jumpai di Indonesia. Setiap orang dewasa mempunyai kesempatan untuk terjangkit penyakit ini dan penularannya pun sangat mudah, yaitu kontak langsung atau melalui hubungan seksual, maka dari itu penulis tertarik untuk menulis tentang penatalaksaan herpes genitalis.

  

BAB II
PEMBAHASAN

A. Contoh Kasus
Ny. A umur 26 tahun, beralamatkan di Jl. Mangga Sleman Jogjakarta. Pada tanggal 5 Oktober pasien datang kerumah sakit dengan diantar oleh suaminya. Ny. A mengeluh adanya rasa tidak nyaman dan adanya lepuhan yang bergerombol dan dikelilingi oleh daerah kemerahan membentuk sebuah gelembung cair pada daerah kemaluannya. Sebelumnya Ny. A mengalami gatal-gatal selama 4 hari. Ny. A mengeluh nyeri di daerah kemaluannya apalagi saat BAK. Ibu mengatakan pekerjaanya hanya di rumah mengurus rumah tangga dan suaminya bekerja sebagai supir dan jarang di rumah. Dari hasil observasi keadaan umum ibu lemas, kesadaran Compos Mentis, status emosional stabil, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 74 kali/menit, pernafasan 23 kali/menit, suhu 38,5 0 C, terdapat vesikel yang multipel di daerah vulva. Leukosit < 4000/mmk



BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
Nama                    : Ny. A
Usia                      : 26 tahun
Jenis Kelamin       : Perempuan
Suku/Bangsa        : Jawa/Indonesia
Agama                  : Hindu
Pekerjaan              : Ibu Rumah Tangga
Alamat                 : Jl. Mangga Sleman Jogjakarta
Tanggal MRS       : 5 Oktober 2011
Diagnosa Medis   : Herpes Genetalia
Keluhan Utama    : Gatal dan nyeri pada kemaluan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Ny. A mengeluh adanya rasa tidak nyaman dan adanya lepuhan yang bergerombol dan  dikelilingi oleh daerah kemerahan membentuk sebuah gelembung cair pada daerah kemaluannya. Sebelumnya Ny. A mengalami gatal-gatal selama 4 hari. Ny. A mengeluh nyeri di daerah kemaluannya apalagi saat BAK.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini, pasien juga tidak memiliki alergi. Jika merasa gatal biasanya diolesi minyak kayu putih bisa hilang dengan sendirinya.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Suami pernah terkena herpes simpleks sebelumnya, tapi herpes menyerang daerah bibir dan sekitarnya. Dua minggu yang lalu penyakitnya kambuh tapi sekarang sudah sembuh.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan TTV
Tekanan Darah : 110/80 mmHg,
Nadi : 74 kali/menit,
RR : 23 kali/menit,
Suhu : 38,3 0 C
b. Pemeriksaan B1 – B6
1) B1 ( Breathing )
Paru – paru
Ø Inspeksi           : Simetris, statis, dinamis
Ø Palpasi                : Sterm fremitus kanan = kiri
Ø Perkusi            : Sonor seluruh lapang paru
Ø Auskultasi       : Suara dasar vesikuler, suara tambahan ( - )
2) B2 ( Blood )
Jantung
Ø Inspeksi           : Simetris, statis, dinamis
Ø Palpasi                : Teraba normal
Ø Perkusi            : Konfigurasi jantung dalam batas normal
Ø Auskultasi       : Normal (S1 S2 tunggal)
3) B3 ( Brain )
Kesadaran composmentis (GCS : 4-5-6)
4) B4 ( Bladder )
Disuria, BAK 5x sehari, adanya lepuhan yang bergerombol dan dikelilingi oleh daerah kemerahan membentuk sebuah gelembung cair pada daerah kemaluan.
5) B5 ( Bowel )
Nafsu makan agak menurun, tetapi porsi makanan tetap habis.
Ø Inspeksi                 : Datar
Ø Palpasi                   : Supel, tidak ada massa
Ø Perkusi                  : Timpani
Ø Auskultasi             : Bising usus ( + )
6) B6 ( Bone )
Tidak ditemukan lesi atau odem pada ekstrimitas atas maupun bawah. Kulit lembab, bersih, turgor baik, tidak terdapat pitting edema, warna kulit sawo matang, tidak ada hiperpigmentasi.
6. Pola Aktivitas Sehari-hari
a. Pola Manajemen Kesehatan
Pasien mengatakan jika ada keluarga yang sakit maka segera dibawa tempat pelayanan kesehatan terdekat baik itu poliklinik maupun dokter.
b.  Pola Nutrisi
Sebelum sakit pasien makan dengan porsi sedang 3 x sehari ditambah makanan ringan serta minum 4 gelas/ hari. Namun saat sakit nafsu makan pasien berkurang, tetapi tidak sampai kehilangan nafsu makan. Di rumah sakit pasien masih dapat menghabiskan porsi makannya.
c. Pola Eliminasi
Untuk BAK pasien mengalami gangguan selama sakitnya, walaupun pasien tetap kencing dengan frekuensi seperti biasanya, tetapi pasien merasa nyeri saat berkemih.
d. Pola Tidur dan Istirahat
Sebelum sakit pasien tidak ada keluhan dengan kebiasaan tidurnya yaitu 6- 8 jam/ hari. Ketika sakit pasien kadang mengeluh kesulitan untuk tidur karena merasakan nyeri dan gatal pada daerah genetalia.
e.  Pola Persepsi Dan Kognitif
Pasien tidak mengalami disorientasi tempat dan waktu. Semua alat indera pasien masih berfungsi dalam batas normal.
f.  Pola Aktivitas
Pasien mampu beraktivitas seperti biasanya, tapi agak mengurangi aktivitasnya karena pasien merasakan nyeri saat berjalan.
g.  Pola Persepsi Diri dan Konsep Diri
Pasien kurang tahu kondisi penyakitnya saat ini tetapi akan berusaha menerima segala kondisinya saat ini. Pasien tidak merasa malu dan rendah diri dengan kondisinya saat ini.
h. Pola Peran Dan Hubungan
Pasien tidak mengalami masalah dalam hubungan sosialnya. Pasien merupakan ibu rumah tangga.
i. Pola Seksualitas dan Reproduksi
Pasien berjenis kelamin perempuan, sudah menikah dan mempunyai seorang anak. Selama sakit pola seksualitas terganggu.
j. Pola Koping dan Toleransi Stress
Pasien merasa yakin bahwa suatu saat penyakitnya akan sembuh, tetapi harus memerlukan suatu usaha dan tak lupa untuk terus berdoa.
k. Pola Nilai dan Kepercayaan/ Agama
Pasien masih menjalankan ibadah rutin.
7.  Intervensi keperawatan.
a. Nyeri akut b.d agent cedera biologis
1) Kriteria Hasil:
-Klien mengungkapkan nyeri hilang / berkurang.
-Menunjukkan mekanisme koping spesifik untuk nyeri dan metode untuk mengontrol nyeri secara benar .
-Klien menyampaikan bahwa orang lain memvalidasi adanya nyeri.
2) Rencana keperawatan:
-Kaji kembali faktor yang menurunkan toleransi nyeri. 
-Kurangi atau hilangkan faktor yang meningkatkan pengalaman nyeri.
-Sampaikan pada klien penerimaan perawat tentang responsnya terhadapnyeri; akui adanya nyeri, dengarkan dan perhatikan klien saatmengungkapkan nyerinya bertujuan untuk lebih memahaminya.
-Kaji adanya kesalahan konsep pada keluarga tentang nyeri atautindakannya.
-Beri informasi atau penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebabrasa nyeri.
-Diskusikan dengan klien tentang penggunaan terapi distraksi, relaksasi,imajinasi dan ajarkan tehnik / metode yang dipilih.
-Jaga kebersihan dan kenyamanan lingkungan sekitar klien
-Kolaborasikan dengan tim medis untuk pemberian analgesik
-Pantau TTV
-Kaji kembali respons klien terhadap tindakan penurunan rasa nyeri.
b. Hipertermi berhubungan dengan penyakit
1) Kriteria Hasil
-Suhu tubuh dalam rentang normal
-Nadi dan RR dalam rentang normal
2) Rencana keperawatan
-Monitor suhu sesering mungkin
-Monitor warna dan suhu kulit
-Monitor nadi dan RR
-Monitor penurunan tingkat kesadaran
-tingkatkan sirkulasi udara
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan agen biologis
1) Kriteria hasil
- Perasaan fisik dan psikologis yang nyaman
- Banyaknya nyeri yang dilaporkan
- Jumlah jam tidur tidak terganggu
- Tidak ada masalah dengan pola dan kualitas istirahat
- Perasaan segar setelah tidur atau istirahat.
d. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh
1) Kriteria hasil
- Pemulihan seksual: menunjukkan pemulihan seksual
- Pengendalian penyakit menular sek (PMS)
- Mengungkapkan kenyamanan seksual.
2) Rencana keperawatan
- Pantau disfungsi seksual(peningkatan kualitas keintiman)
- Konseling seksual
- berikan informasi untuk meningkatkan fungsi seksual
- diskusikan efek penyakit terhadap seksualitas


 BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Herpes genital merupakan penyakit infeksi akut pada genital dengan gambaran khas berupa vesikel berkelompok pada dasar eritematosa, dan cenderung bersifat rekuren. Umumnya disebabkan oleh herpes simpleks virus tipe 2 (HSV-2), tetapi sebagian kecil dapat pula oleh tipe 1. Perjalanan Penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan. Umumnya kelainan klinis/keluhan utama adalah timbulnya sekumpulan vesikel pada kulit atau mukosa dengan rasa terbakar dan gatal pada tempat lesi, kadang-kadang disertai gejala konstitusi seperti malaise, demam, dan nyeri otot. Diagnosis herpes genital secara klinis ditegakkan dengan adanya gejala khas berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritem dan bersifat rekuren. Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisisk jika gejalanya khas dan pemeriksaan laboratorium. Pengobatan dari herpes genital secara umum bisa dengan menjaga kebersihan lokal, menghindari trauma atau faktor pencetus. Adapun obat-obat yang dapat menangani herpes genital adalah asiklovir, valasiklovir, famsiklovir. Prognosis akan lebih baik seiring dengan meningkatnya usia seperti pada orang dewasa.
B. Saran
Lebih baik mencegah dari pada mengobati. Oleh karena itu jagalah kesehatan dengan cara pola hidup sehat, dan segeralah periksa jika ada tanda-tanda yang mengarah pada penyakit herpes genitalis.



DAFTAR PUSTAKA

FKUI. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta. Media Aesculapius.
Rassner. (1995). Buku Ajar Dan Atlas Dermatologi. Jakarta. EGC.
Wikipedia, (2010). Herpes Zoster. Http://id.wikipedia.com.
Harahap, Marwali. (2000). Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates. Jakarta.
Djuanda, Adhi. (1999) Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FKUI. Jakarta
Smeitzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah Brunner & Suddarth. EGC. Jakarta
Herdman. (2012). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikas 2012-2014. Jakarta Anonim. (2007). http://id.wikipedia.org. Virus Herpes Simpleks diakses tanggal 19 Desember 2012.
Anonim, 2007. http://medlinux.blogspot.com. Herpes Simpleks. diakses tanggal 19 Desember 2012.
Anonim. (2008), Penggunaan Tablet Acylovir pada Infeksi Herpes Simpleks.
Wilkinson. (2007). Buku saku diagnosis keperawatan. Edisi 7. 2007. Perpustakaan nasional.
http://whidipurnomo.blogspot.com/2013/05/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan.html

Contoh BAB I dari Skripsi yang Saya Buat









PENGARUH SENAM LANSIA TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA PENDERITA HIPERTENSI DI UPT PANTI WREDHA
BUDHI DHARMA PONGGALAN UMBULHARJO
YOGYAKARTA TAHUN 2012


SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat
Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu kesehatan
Yogyakarta








Disusun Oleh :
WHIDI PURNOMO
91100009




PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2012






BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini hipertensi masih merupakan masalah yang cukup penting dalam pelayanan kesehatan. Hal ini dikarenakan angka prevalensi hipertensi yang cukup tinggi di Indonesia. Penyakit hipertensi telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) angka kejadian hipertensi didunia cukup tinggi yaitu 10% dari populasi dunia. Data Hypertansion League Brochure 2009 menyebutkan bahwa hipertensi diderita lebih dari 1,5 miliar jiwa diseluruh dunia dan garam yang berlebihan adalah faktor utama dalam meningkatkan tekanan darah.
Menurut AHA ( American Heart Association) di Amerika, tekanan darah tinggi ditemukan satu dari setiap tiga orang atau 65 juta orang dan 28% atau 59 juta orang mengidap prehipertensi. Semua orang yang mengidap hipertensi hanya satu-pertiga mencapai target darah yang optimal/normal. Sebanyak satu milyar orang didunia atau satu dari empat orang dewasa menderita penyakit hipertensi, bahkan di perkirakan jumlah penderita hipertensi akan meningkat menjadi 1,6 milyar menjelang tahun 2025 (Wahdah, 2011).
Menurut Constantanides (1994) Usia lanjut atau lanjut usia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Bandiyah, 2009).
Pada tahun 2000 diperkirakan jumlah lanjut usia meningkat menjadi 9,99% dari seluruh penduduk indonesia (22.277.700 jiwa) dengan umur harapan hidup 65-70 tahun dan pada tahun 2020 akan meningkat menjadi 11,09% (29.120.000 lebih) dengan umur harapan hidup 70-75 tahun. Penyebab kematian karena penyakit jantung pembuluh darah (kardiovaskuler) dan tuberkulosa, pada saat ini menduduki urutan pertama pada kelompok lansia, selanjutnya kanker dan ketiga stroke (Bandiyah, 2009).
Hasil survei kesehatan rumah tangga tahun 2009 di indonesia menunjukkan prevalensi tekanan darah tinggi cukup tinggi, yaitu 83 per 1000 anggota rumah tangga sekitar 0,15% dari jumlah tersebut di derita oleh lansia dan dari data statistik Dinas Kesehatan RI diketahui bahwa prevalensi penderita hipertensi di indonesia pada tahun 2009 mencapai 0,15% dan prevalensi hipertensi pada lansia mencapai 0,37 % (Depkes RI, 2010).
Di Daerah Istimewa Yogyakarta Prevalensi hipertensi saat  ini menduduki peringkat atas sebesar 47,7% di perkotaan, sedangkan di daerah pedesaan mencapai 51,7%). Berdasarkan studi pendahuluan di UPT Panti Wredha Budhi Dharma Ponggalan Umbulharjo tanggal 11 Desember 2012 di dapatkan jumlah lansia yang tinggal disana sebanyak 52 orang 19 laki-laki dan 33 wanita,31 orang di antaranya adalah lansia yang menderita hipertensi.
Hipertensi sering disebut sebagai silent killer atau the silent disease, karena pada umumnya penderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum memeriksa tekanan darahnya. Berbagai faktor dapat memicu terjadinya hipertensi, walaupun sebagian besar (90%) penyebab hipertensi tidak diketahui (hipertensi essential) (Palayukan, 2009).
Menurut Casey (2006) bila negara dengan gaya hidup paling tidak aktif dan memiliki kelebihan berat badan dalam sejarah manusia juga memiliki prevalensi tertinggi terhadap penyakit jantung. Tanpa terkecuali, penelitian populasi tentang aktivitas fisik dan kesehatan menunjukkan bahwa gaya hidup kurang aktif menempatkan anda pada risiko penyakit kronis, termasuk penyakit jantung, diabetes, obesitas, dan jenis kanker tertentu. Faktanya, sisi lain juga benar bahwa aktifitas fisik yang teratur berkaitan dengan banyak manfaat kesehatan, termasuk mencegah dan menurunkan tekanan darah tinggi.
Menurut Coope (1997) beberapa cara berikut membantu menurunkan tekanan darah pada lansia antara lain mengurangi berat badan yang berlebih, mengurangi atau bahkan menghentikan konsumsi alkohol dan rokok, mengurangi intake garam pada makanan, pola makan makanan tinggi kalium dan kalsium serta rendah natrium dan melakukan olah raga ringan secara teratur.
Jenis olahraga yang bisa di lakukan antara lain adalah senam lansia. Pada senam lansia ada gerakan pemanasan dan pendinginan dan gerakan inti setiap latihannya. Gerakan pada latihan ini juga harus terkontrol dan menghindari gerakan memelintir dan hiperekstensi berlebih pada punggung dan leher. Lama latihan berlangsung 15-60 menit dengan frekuensi latihan 3-5 kali perminggu untuk mendapatkan hasil yang maksimal (Martuti, 2009). Kegiatan senam lansia sudah di lakukan di UPT Panti Wredha Budhi Dharma Ponggalan Umbulharjo. Menurut instruktur senamnya, senam terdiri dari gerakan pemanasan, gerakan inti, dan gerakan pendinginan dan dilakukan pada satu sesi latihan. Gerakan terkontrol dan tidak ada perubahan posisi tubuh secara mendadak,senam di lakukan kurang lebih 30-60 menit. Namun senam hanya di lakukan seminggu sekali. Oleh karena itu pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah di UPT Panti Wredha Budhi Dharma masih perlu di buktikan.
Peningkatan tekanan darah (hipertensi) pada lansia dapat diimbangi dengan pola hidup sehat seperti, makan-makanan yang bergizi, istirahat cukup, manajemen stres yang positif dan rajin berolahraga. Pada mereka yang kurang bugar dan tidak aktif bergerak risiko mengalami tekanan darah tinggi meningkat 20% - 50% dibandingkan dengan mereka yang aktif dan bugar (Depkes RI, 2008). Jenis olahraga yang bisa dilakukan pada lansia antara lain adalah senam lansia. Berdasarkan konsep prinsip senam pada lansia pada dasarnya sama dengan prinsip olahraga pada umumnya yang terdiri dari pemanasan, gerakan inti dan pendinginan, yang membedakan adalah kaitan dengan reaksi tubuh yang lebih lamban pada lansia, oleh karena itu maka jangka waktu dan beban latihan harus di sesuaikan. Komponen senam lansia yang dilatih salah satunya yaitu ketahanan kardio pulmonal (jantung paru). Senam dengan frekuensi tiga kali seminggu terbukti melenturkan pembuluh darah (Depkes RI, 2007). Dari uraian tersebut di atas peneliti tertarik untuk mengetahui apakah ada pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia penderita hipertensi di UPT Panti Wredha Budhi Dharma Ponggalan Umbulharjo.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas maka rumusan penelitian ini adalah:
Apakah ada pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia penderita hipertensi di UPT Panti Wredha Budhi Dharma Ponggalan Umbulharjo?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengtahui pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia penderita hipertensi di UPT Panti Wredha Budhi Dharma Ponggalan Umbulharjo.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tekanan darah pada lansia penderita hipertensi sebelum melakukan senam lansia.
b. Mengetahui tekanan darah pada lansia penderita hipertensi setelah melakukan senam lansia.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Pengembangan wawasan penelitian dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
Memperkuat konsep tentang pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia penderita hipertensi.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai masukan bagi tenaga keperawatan untuk menyempurnakan kegiatan senam lansia di UPT Panti Wredha Budhi Dharma Ponggalan Umbulharjo.
Dapat menjadi bahan masukan dalam melaksanakan asuhan keperawatan khususnya pada penderita hipertensi.
3. Bagi Ilmu Pengetahuan
Dapat di jadikan acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya.
4. Bagi penderita Hipertensi di Panti Wreda Budhi Dharma
Memberikan informasi bagi penderita hipertensi dan keluarga agar dapat meningkatkan kualitas kesehatan.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini melihat pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah pada lansia penderita hipertensi di UPT Panti Wredha Budhi Dharma Ponggalan Umbulharjo Yogyakarta. Berdasarkan pengetahuan peneliti, belum pernah ada penelitian sejenis yang telah dilakukan. Adapun perbedaan dan persamaan penelitian ini dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya terletak pada variabel, subjek, waktu dan tempat penelitian. Penelitian yang pernah dilakukan antara lain :
1. Thristyananingsih (2009) Pengaruh Senam Bugar Lansia Terhadap Daya Tahan Jantung Paru, Status Gizi dan Tekanan Darah Lansia Hipertensi di Posyandu Kecamatan Pahandut Kota Palangka Raya.
Variabel independen :Senam bugar lansia
Variabel dependen : daya tahan jantung paru, status gizi, tekanan darah.
Hasil : ada pengaruh senam bugar lansia terhadap peningkatan daya tahan jantung paru, status gizi dan penurunan tekanan darah lansia hipertensi.
Rancangan : Eksperimen dengan one group pretest postest designs
Persamaan : Subjek penelitian,desain penelitian,variabel tekanan darah.
Perbedaan : Variabel independen (senam lansia) dan lokasi serta tempat.
2. Sidang (2006) Pengaruh Olahraga Terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi di Klub Jantung Sehat Bhumi Phala Kabupaten Temanggung.
Variabel independen : Olahraga
Variabel dependen : Penurunan tekanan darah
Hasil : Ada pengaruh olahraga terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi.
Rancangan : Non randomized control group pretest postest
Persamaan : Variabel dependen (tekanan darah)
Perbedaan : Desain penelitian, variabel dependen (senam lansia), subjek penelitian, lokasi dan waktu penelitian.

3. Hikmaharidha (2011) Pengaruh Senam Tai Chi Terhadap Tekanan Darah Wanita Berusia 50 Tahun ke Atas.
Variabel independen: senam tai chi
Variabel dependen: tekanan darah
Hasil: ada pengaruh senam tai chi terhadap tekanan darah wanita berusia 50 tahun ke atas
Rancangan: observasional analitik cross sectional
Persamaan: variabel dependen (tekanan darah)

Perbedaan: variabel independen, metode penelitian design penelitian, sample atau subjek penelitian, lokasi dan waktu penelitian.